MEMOonline.co.id, Sampang - Polemik diundurnya pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di Kabupaten Sampang tidak kunjung usai.
Beberapa kali Aliansi Mahasiswa audiensi dengan DPRD kabupaten Sampang, namun sampai saat ini belum menemukan titik terang.
Sehingga, mahasiswa menyebut, DPRD Sampang kehilangan taringnya.
Hal itu diungkap Moh Riswanto, koordinator dalam audiensi di aula besar DPRD Sampang, Rabu (18/8/2021) siang.
Menurut Riswanto, DPRD Sampang kehilangan taringnya saat menghadapi permasalahan Pilkades yang semestinya digelar tahun ini, sehingga, akhirnya dengan SK Bupati Sampang no 188.45/272/KEP/434.013/2021 pelaksanaan pilkades diundur tahun 2025 mendatang.
"Kami menolak Pilkades diundur tahun 2025," terangnya.
Hal ini kata Rismanto, ini dinilai tidak mendapatkan legitimasi dari masyarakat, dan ada upaya merampas hak-hak demokrasi masyarakat di Kabupaten Sampang.
Melihat Perda no 4 tahun 2019, pasal 2 ayat 5 berbunyi "Dalam hal terjadi kekosongan kepala desa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala desa serentak Bupati atau walikota menunjuk kepala desa yang ditetapkan dengan peraturan Bupati".
Dalam hal ini juga kata Riswanto, merupakan acuan SK bupati, namun dalam aturan itu SK bupati bukan melaksanakan pemerintahan desa, tetapi pemilihan kepala desa sengaja dikosongkan.
Sehingga kepala desa dapat diganti PJ untuk pelaksanaan pemilihan kepala desa serentak di tahun 2025.
Kemudian keputusan Bupati terkait pelaksanaan pilkades 2025 tidak memanfaatkan interval waktu secara maksimal .
"Dimana ada waktu sekitar 4 tahun untuk melaksanakan pilkades baik secara serentak maupun bergelombang," paparnya.
Disisi lain, pembuat kebijakan tidak memberikan argumentasi yang pasti, baik secara akademis, maupun teoritis di tahun 2025. Apakah bisa dilaksanakan pemilihan pilkades secara serentak di tengah polemik yang ada di Kabupaten Sampang.
"Itu terjadi karena DPRD yang tidak mengerti dengan Fungsi Legislasi maupun sebagai controlling terhadap pemerintah daerah," paparnya.
"Dengan seperti itu masyarakat sampang kehilangan wadah untuk menyampaikan aspirasi publik," pungkas Riswanto.
Menanggapi hal itu, Ubaidillah wakil ketua komisi 1 DPRD Sampang saat dikonfirmasi usai audiensi, itu hal biasa, itu bagian dari demokrasi.
"Pro dan kontra itu hal biasa," terangnya.
Menurutnya, apakah keputusan Bupati itu menabrak aturan apa tidak. Toh kenyataannya SK Bupati tidak menambrak aturan yang ada.
"Kalau sifatnya asumsi atau sifatnya politis, itu akan bias. Tapi kalau ada regulasi teksnya, itu baru jelas," pungkas Ubaidillah.
Penulis: Fathur
Editor: Udiens
Publisher: Dafa