Hujan di Kelam Malam

Foto: Maliatuz Zahroh, Tim Redaksi MEMO online
3297
ad

                                                          Oleh: Maliatus Zahroh

MEMOonline.co.id  - Tanah masih terlihat lembab bekas hujan semalam. Bahkan nuansa dingin masih menusuk tulang. Lelaki dengan penampilan awut-awutan itu enggan keluar rumah. Hanya mematung di jendela sambil sesekali melahap kue hangat yang diberikan wanita paruh baya pemilik mata redup. Lelaki itu melempar pandangan pada sebatang pohon yang roboh akibat petir menyambar. Sebelum akhirnya wanita pemilik mata redup menghampiri dan menyapanya.

“Tutup jendelanya, Sayang,” suaranya terdengar datar. Entah panggilan ‘sayang’ yang terlontar itu sebagai bentuk kasih dari seorang ibu kepada anaknya, atau seorang istri kepada suaminya.

Semua tak menentu sejak kepergian Ramusa. Leleki tua yang tewas diatas ketidakwarasan seorang  yang entah disengaja atau tidak telah membunuhnya, lelaki itu. Itulah awal kegilaan yang hingga saat ini tak berkesudahan. Tentang peralihan peran yang sebenarnya terlarang.

Lelaki itu menoleh dan menghampiri wanita paruh baya dengan tatapan dingin. Sedingin suasana pagi yang mencekam.

“Mau kubuatkan sarapan?” lelaki itu mengangguk sambil memeluk pinggang wanita paruh baya dengan hangat.

“Sebentar, tunggu disini,” ucap wanita paruh baya yang dengan sangat hati-hati  melepaskan tangan lelaki  yang melingkar di pinggangnya.

*

“Kau gila, Rama,” suara wanita paruh baya itu terdengar berat.

“Gila? Heh, biarlah begitu anggapanmu,” jawab lelaki itu enteng.

“Semua, karena kau yang memulai.”

“Tapi tak ada penolakan darimu, Ratna.”

“Ini benar-benar gila,” bisik wanita paruh baya itu frustasi.

“Sudahlah, aku tau kau tak mampu melerai sepi sejak kepergian Ramusa suamimu.”

“Ayahmu!” bentak wanita paruh baya kepada lelaki di hadapannya.

Ada sebutir air  yang mengambang di pelupuk matanya.

“Ya, aku nyaris lupa itu,” cibir lelaki itu dengan nada suara datar.

Langkahnya berat menuju pintu. Wanita paruh baya menatap punggung lelaki itu yang semakin menjauh. Air matanya mulai menganak sungai di pipinya. Isaknya tertahan, membuat guncangan di bahunya tampak semakin jelas.

Lelaki itu mematung di pintu, memotong langkah seperti sedang menunggu sesuatu. Dan benar saja, detik berikutnya wanita paruh baya berlari memeluknya, menahannya pergi entah dengan alasan apa.

“Aku mencintaimu Rama, tak peduli ini suatu kesalahan atau tidak,” suara wanita paruh baya itu di sela-sela tangisnya yang parau.

“Aku sudah meyakini kau lebih gila dari pada aku, tapi aku suka. Walaupun kerutan di wajahmu membuatmu tidak pantas bersanding denganku yang masih muda. Tapi inilah kegilaan cinta,”  jawaban lelaki itu terdengar sumbang. Pongah.

“Apa alasan kegilaan  ini?” Tanya wanita paruh baya dengan sisa-sisa isak tangisnya. Kali ini ia merenggangkan pelukannya.

“Bukan berarti aku buta pada wanita-wanita cantik di luar sana, hanya saja, tak ada posisi paling nyaman selain dicintai begitu dalam.”

“Apa mungkin karena kau adalah-”

“Tidak! jangan katakan itu,” sergah lelaki itu memotong pembicaraan wanita paruh baya dengan tegas, dan kemudian ia berbalik urung melanjutkan langkah. Balas memeluknya.

*

Jam tua di dinding itu bergerak lamban. Bunyinya menambah kesunyian malam yang dibawa sang bayu. Wanita paruh baya masih setia mematung di balik jendela tempat orang yang dikasihinya bersandar.

Sudah dua hari ini dia menunggu kepulangan lelaki itu yang tiba-tiba menghilang tanpa kabar. Hatinya cemas.

Bahkan wanita paruh baya itu tak sempat memperhatikan penampilannya yang tampak dekil karena dua hari tak tersentuh air.

Tiba-tiba suara langkah kaki menyentak lamunannya. Bergegas ia membuka pintu.

“Kau dari mana saja Rama?” suaranya terdengar bergetar menahan tangis.

 Tatapannya dingin mendapati orang yang ditunggunya selama dua hari pulang dengan membawa seorang gadis muda yang membuatnya merasa kalah telak  dan kerdil di hadapannya.

Lelaki itu tak menjawab, hanya mencibir dan melewati wanita paruh baya dengan senyum seringainya.

“Dia ibumu, Sayang?” Tanya gadis cantik yang merajuk manja di lengan lelaki itu.

“Bukan, dia tempat berlabuh saat aku lelah,” jawab lelaki itu nyaris tanpa ekspresi.

“Maksudmu?” Tanya gadis itu mengerutkan kening.

“Sudahlah, jangan biasakan bertanya sesuatu yang tidak penting.”

Wanita paruh baya hanya menatap nanar mendengar percakapan  mereka. Gejolak hatinya tumpah dengan air matanya yang tak sudah. Langkahnya tergesa menghampiri lelaki itu dan serta merta menjambak rambut gadis cantik itu dengan kasar.

“Tinggalkan tempat ini!”

“Lepaskan Dia, atau-” Lelaki itu sengaja tak meneruskan ucapan, hanya menatap liar pada wanita paruh baya yang dengan mata bengkak menatapnya nyalang.

Reflek tangan lelaki itu mencekal leher wanita paruh baya sampai terdegar suara gemeretak tulang lehernya dua kali.

“Biar kuakhiri saja kegilaan ini denganmu sekarang, bukankah itu lebih baik nenek tua!” Ucap lelaki itu di telinga wanita paruh baya yang masih berusaha berontak dan melepaskan diri dari cengkramannya.

Suaranya sengaja dipelankan, nyaris seperti bisikan.

“Kau akan membunuhnya?”  Tanya gadis itu menyembunyikan senyum.

“Aku tidak akan berfikir dua kali untuk melakukannya,” Jawab lelaki itu mengeratkan cengkramannya.

Dan saat itulah pemilik mata redup tak mampu bergerak lagi untuk selamanya. Matanya yang terbelalak tak lagi terlihat redup.

Lelaki itu tersenyum puas seraya menggandeng tangan gadis itu ke sebuah ruangan.  Tawa mereka menggelegar diantara gemericik hujan yang mulai turun dengan deras. Senyap.

*

Pagi masih terlihat mendung. Rumah itu masih sepi tanpa ada jeda suara yang menjadi tanda-tanda ada kehidupan di dalam sana.

Seperti sebelumnya, lelaki itu keluar dengan penampilan awut-awutan. Gadis cantik yang sejak semalam dengannya tak terlihat menemaninya.

Sedangkan mayat wanita paruh baya itu tetap tergeletak diantara genangan air hujan yang merembet masuk dari celah pintu, mengambang. Terlihat sangat menjijikkan. 

Lelaki itu hanya memandanginya dengan mata nanar tanpa merasa ada sesuatu yang hilang. 

Lelaki itu menguap beberapa kali, menunggu sepiring kue hangat yang biasa disantapnya saat pagi menjelang, saat gerimis mengakrabi sepoi angin yang dirasa dingin.

“Ratna, kau tertidur pulas sekali, cepatlah buatkan kue hangat untukku. Bukankah kau selalu melakukannya setiap pagi?

”Suara lelaki itu terdengar berat. Kakinya diselonjorkan diantara genangan air hujan yang membasahi ujung celananya.

“Ratna, kau tidak mendengarku? Sejak kapan kau menjadi tuli?” Sergahnya masih dengan memejamkan mata.

Saat itu, gadis yang menemaninya semalam diantara  gemuruh hujan melangkah lunglai dengan tanpa mengenakan pakaian utuh. Lengan bajunya tampak robek dan berdarah.

“Kau memanggil siapa? Ratna? Nenek tua itu?

” Tanya gadis itu dengan suara terbata dan lemah. Tangannya menunjuk ke tubuh kaku yang mulai mengeras.

Lelaki itu menoleh dengan mata nyalang. Matanya sedikit melotot seolah baru saja tersadar dari lamunan panjang.

“Bukankah kau telah membunuhnya Rama?” Tambahnya masih dengan suara serak dan terbata.

“Dan kaupun nyaris saja melakukan hal yang sama terhadapku” Ucapnya lagi. Lelaki itu berdiri dan melangkah limbung ke  arah gadis yang saat ini tak lagi berdiri.

“Kau bicara apa, Nona?” Tangannya mengangkat dagu gadis itu dengan tatapan tajam.

“Aku sangat menyayanginya, mana mungkin aku melakukan itu terhadapnya yang sudah tua renta, kau mau mengada-ngada?

”Gadis itu terlihat memejamkan mata, merasa takut tanpa ada niatan untuk menyanggah apa yang dikatakan lelaki di hadapannya.

Dilepaskannya dagu gadis itu dan mulai melangkah mendekati mayat wanita paruh baya. Ditatapnya lama wajah pucat dengan mata nyaris keluar. Disentuhnya kening wanita paruh baya dengan telapak tangannya yang kasar. Dingin. Kaku.

“Ayolah, tubuhmu kaku karena terlalu lama berendam di genangan air ini,” suaranya terdengar memaksa.

Tangannya mengguncang-guncang bahu wanita paruh baya dengan kasar. Mendapati tak ada respon, lelaki itu marah dan berteriak sangar.

Sesekali tawanya terdengar sumbang dengan wajahnya yang terlihat menyeringai.

Lelaki itu menoleh ke arah gadis yang dengan tergesa meletakkan sesuatu ke dalam celana jeans yang ia pakai.

Wajahnya pucat mendapati lelaki itu berjalan menghampirinya dengan tergesa.

Serta merta tangan lelaki itu mencekal pergelangan tangan gadis itu dengan kuat.

“Kau apakan Dia?” tanyanya kasar.

“Kau benar-benar gila Rama! Tak pernah terbesit sebelumnya tentang keadaanmu yang, memprihatinkan,” Saut gadis itu dengan suara dipaksakan.

“Heh, apa kau bilang?”

“Kau gila!” Ketus gadis itu membuang muka.

“Sepertinya, wanita itu juga pernah berkata begitu padaku, dan apa benar?” Tanya lelaki itu perlahan melepaskan cekalan tangannya di lengan gadis yang saat ini menatap jijik ke arahnya.

Sebuah mobil sedan berhenti tepat di halaman rumah yang becek itu. Derunya terdengar memecah keheningan.

Dari celah pintu yang nyaris roboh terlihat beberapa orang berseragam keluar dengan pistol di tangan.

Gadis itu tersenyum lega, melempar senyum puas pada lelaki yang menatapnya kaget.

Pintu terbuka, benda berwarna hitam itu disodorkan ke depan oleh tangan-tangan kekar yang serta merta meringkuk tangan lelaki itu dengan satu hentakan.

“Terima kasih, Nona, atas laporannya,” ucap salah satu diantara mereka dengan membungkukkan badan yang dibalas dengan senyum ramah penuh gairah.

Lelaki itu menatap nyalang ke arah gadis yang saat ini sedang membenahi pakaiannya yang lusuh. Dan disana, lelaki kekar berseragam diantara mereka mengangkat tubuh wanita paruh baya sambil memalingkan muka dan menutup hidung.

Seketika, bau anyir menyeruak memenuhi ruangan. (*)

*Maliatuz Zahroh, salah satu Tim Redaksi MEMO online sekaligus anggota Forum Lingkar Pena Cabang Sumenep.

ad
THIS IS AN OPTIONAL

Technology

MEMOonline.co.id- Sejarah telah mencatat, agama Kristen berperan besar dalam pembentukan peradaban dunia Barat. Umat Kristen Protestan pun telah...

MEMOonline.co.id, Surabaya- Dalam perkembangan mengenai pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru, otorita telah memberikan ultimatum kepada masyarakat...

MEMOonline.co.id, Kabupaten Bekasi- Rekapitulasi suara di Kabupaten Bekasi telah usai, PDIP dipastikan mengisi 8 kursi DPRD Kabupaten Bekasi setelah...

MEMOonline.co.id, Kabupaten Bekasi- Sebanyak 55 Caleg yang bertarung di Pemilu 2024 lalu potensial mendapatkan kursi DPRD Kabupaten...

Siapakah yang tidak kenal dengan Denny Januar Ali atau lebih populer dengan panggilan Denny JA. Apa yang menjadi menjadi sumber energi batin Denny JA...

Komentar