
MEMOonline.co.id, Jakarta - Ribuan ton beras yang diimpor oleh perusahaan BUMN, PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero dan PT. Sarinah dari Vietnam bakal ke Indonesia pada awal tahun ini.
PT. Sarinah mengirim 300 ton beras asal Vietnam ke Pasar Induk Cipinang seperti diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Perpadi (Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras), Billy Haryanto, hingga pihaknya melakukan pengecekan karena khawatir akan mempengaruhi beras lokal.
Hasilnya ternyata para pedagang pasar Cipinang menjerit, karena harga beras berjenis beras Jasmine itu dibanderol Rp. 9 ribu/ kilogram, hampir sama dengan harga beras di Cipinang.
"Setahu saya beras Jasmine itu beras khusus. Harusnya harga per kilogramnya lebih dari Rp 9 ribu. Karena modalnya saja Rp 12 ribu," kata Billy.
Karena penasaran harganya miring, Billy dan para pedagang di Cipinang membuka kantong beras Jasmine itu.
"Pas saya cek ternyata bukan beras khusus, beras biasa. Pantesan bisa murah," ujar Billy. Seharusnya harga beras Jasmine berkisar Rp 16.000 per kilogram, pantas ternyata yang ditemukan adalah beras premium biasa namun dikemas dalam karung Jasmine rice.
Menurut Billy, impor beras putih biasa tidak dapat dilakukan sembarangan, karena harus melalui Bulog. Penugasan untuk Bulog itu termaktub dalam Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional.
Billy menyatakan bahwa importir harus bertanggung jawab atas masuknya beras Vietnam tersebut ke Indonesia, karena akan mematikan beras lokal menyangkut beras kebutuhan nasional dan kehidupan para petaninya.
Berkaitan dengan itu, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan, Ali Jamil, mengungkapkan dalam RDP dengan Komisi IV, Selasa (19/1/2021) bahwa pihaknya menerima data impor beras dari Vietnam dan Thailand yang surat izin impornya (SPI) terbit pada 15 Oktober 2020 lalu. Dalam data Kementan, impor itu diajukan oleh BUMN PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PT PPI.
Selain itu, data yang masuk ke Barantan jenis beras yang diimpor berbeda dengan yang rembes, yakni beras khusus jenis Japonica (Japonica rice) sebanyak 800 ton.
"Kemarin kita juga sudah periksa barangnya dan dokumen kesehatannya, dilengkapi sertifikat, prior notice, dan seluruhnya. Di PC-nya (Phytosanitary Certificate) itu adalah Vietnam Japonica. Dan kami punya fotonya semua adalah Japonica," sambung Ali.
Sementara itu, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), Arief Prasetyo Adi mengakui ada beras impor merembes ke Pasar Cipinang. PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero dan PT Sarinah lah yang mendapat tugas impor beras khusus itu. Namun, ia berdalih penjualan itu sudah dikoordinasikan dengan Menteri BUMN, Erick Thohir dan Ditjen Tanaman Pangan Kementan.
"Beras khusus ini yang memang tidak diproduksi di Indonesia, seperti Basmati dan Jasmine Rice. Kemudian terjadi ada masuk sedikit di Pasar Induk Beras Cipinang. Saya sudah berkoordinasi dengan Dirjen Tanaman Pangan dan Menteri BUMN," kata Arief.
Tataniaga Impor beras
Ketentuan mengenai ekspor dan impor beras diatur dengan Permendag Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras. Pemerintah menetapkan kebijakan penyederhanaan izin dan prosedur kerja perizinan dan diikuti dengan langkah penerbitan berbagai Permendag termasuk diantaranya Permendag Nomor 01 Tahun 2018 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Beras, berlaku mulai 3 Januari 2018 menggantikan peraturan sebelumnya.
Dalam peraturan tersebut, beras yang dapat diimpor dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan peruntukannya yaitu beras untuk keperluan umum hibah dan untuk keperluan lainnya. Impor beras tersebut hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog setelah mendapatkan Persetujuan Impor dari Menteri Perdagangan. Sedangkan penerbitan Persetujuan Impor oleh Menteri perdagangan dilakukan berdasarkan hasil kesepakatan rapat Tim Koordinasi atau hasil kesepakatan rapat koordinasi tingkat menteri bidang perekonomian.
Dalam Permendag No. 01 Tahun 2018, Impor Beras untuk Keperluan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Umum Bulog.
Sementara itu, beras untuk keperluan tertentu yang terkait dengan kesehatan dan konsumsi khusus. Jenis beras yang dapat diimpor untuk keperluan tertentu yang terkait dengan kesehatan dan konsumsi khusus meliputi Beras Ketan Utuh (Pos Tarif/HS 1006.30.30.00), Beras Thai Hom Mali dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5% (Pos Tarif/HS 1006.30.40.00), Beras Kukus (Pos Tarif/HS 1006.30.91.00), Beras Japonica dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5% dan Beras Basmati dengan tingkat kepecahan paling tinggi 5% (Pos Tarif/HS 1006.30.99.00).
Berdasarkan Permendag ini, impor beras untuk keperluan tertentu untuk tahun 2018 hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang telah terdaftar sebagai IT-Beras yang telah mendapatkan Persetujuan Impor dari Kemendag, impor beras untuk keperluan tertentu hanya dapat dilakukan oleh perusahaan pemilik API-U yang telah mendapatkan Persetujuan Impor dari Kemendag. Persetujuan Impor beras untuk keperluan tertentu diterbitkan setelah importir mendapatkan rekomendasi dari Kementan.
Sedangkan jenis beras yang dapat diimpor untuk hibah adalah beras dengan tingkat kepecahan paling tinggi 25% (Pos Tarif/HS 1006.30.99.00), dapat diimpor oleh lembaga/organisasi sosial atau badan pemerintah yang telah mendapatkan Persetujuan Impor dari Kemendag. Untuk penerbitan persetujuan impornya, diperlukan rekomendasi dari Kementan dan badan/instansi pada bidang penanggulangan bencana/bantuan sosial.
Impor Beras untuk Keperluan Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c hanya dapat dilakukan oleh a. perusahaan pemilik Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), untuk kebutuhan bahan baku industri dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk kebutuhan selain bahan baku industri.
Perkembangan impor beras
Selama 2016-2019, impor beras ke Indonesia berfluktuasi dari 1,28 juta ton senilai US$ 525,3 juta pada 2016 menjadi 444,4 ribu ton senilai US$ 183,7 juta pada 2019. Sementara selama Januari-Oktober 2020, impor beras mencapai 261,8 ribu ton senilai US$ 148,8 juta.
Menurut jenis beras, dalam kurun waktu itu, impor beras pecah (broken rice) relative stabil berkisar antara 300 sampai 400 ribu ton. Sedangkan impor beras ketan, Hom Mali dan beras kukus tidak kontinyu.
Sementara itu, impor beras Japonica mengalami fluktuasi tajam. Setelah anjlok mencapai hanya 72 ton pada 2017, impor jenis beras tersebut melonjak menjadi 1,8 juta ton dengan nilai US$ 841,7 juta pada 2018. Kemudian pada 2019, impor beras Japonica kembali menurun menjadi 6.197 ton dengan nilai US$ 4,1 juta. Dan selama Januari-Oktober, imor beras tersebut telah mencapai 10.772 ton senilai US$ 5,6 juta.
Vietnam pemasok terbesar beras Japonica
Selama 2018-2019, Vietnam menjadi pemasok terbesar beras Japonica ke Indonesia, yaitu dengan volume 728.137 ton senilai US$ 340,6 juta pada 2018 dan menurun menjadi 4,875 ton senilai US$ 2,1 juta pada 2019. Diikuti Thailand, dengan pasok sebesar 684.900 ton senilai US$ 323,6 juta pada 2018 menjadi hanya 75 ton senilai US$ 66 ribu.
Pemasok beras Japonica lainnya yang tergolong besar adalah Pakistan dan India, masing-masing sebesar 198.435 ton dan 189.798 ton pada 2018.
Perkembangan stok beras
Harga beras di dalam negeri dipengaruhi oleh produksi/ ketersediaan dan konsumsi/ kebutuhan. Pasokan beras di dalam negeri berasal dari produksi, stok cadangan beras pemerintah (CBP) dan pengadaan dari luar negeri (impor). Produksi setara beras di dalam negeri selama Agustus 2020 tidak berbeda jauh dengan produksi bulan sebelumnya yaitu sekitar 3 juta ton dengan kebutuhan sekitar 2,5 juta ton per bulan. Stok beras selama tahun 2020 masih dikatakan aman dan mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia terutama selama masa pandemi Covid-19 yang belum berakhir.
Stok beras nasional sampai dengan September 2020 mencapai 1,23 juta ton, terdiri dari stok CBP sebesar 1,19 juta ton dan stok komersil sebesar 36.273 ton. Stok beras Bulog selama 2020 cenderung berkurang dibandingkan stok beras pada tahun sebelumnya yang mencapai rata-rata 2 juta ton.
Cadangan beras di Bulog tersebar ke beberapa wilayah di seluruh Indonesia. Namun wilayah dengan stok beras Bulog yang cukup tinggi yaitu Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat dan Jawa Tengah. Sementara wilayah-wilayah dengan stok beras bulog sangat kecil yaitu Bali, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah dan Bengkulu.
Stok beras CBP selama September 2020 sebesar 1,19 juta ton, terdiri dari beras medium dalam negeri sebanyak 684.231 ton dan eks impor sebanyak 439.522 serta lainnya sebanyak 67.169 ton (ex.komersil dan Mixing). Dalam menjaga stabilisasi harga beras di dalam negeri, hingga September 2020, penyaluran beras Bulog (beras CBP) untuk operasi pasar atau Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga (KPSH) berjumlah 876.355 ton.
Ketersediaan beras selain berasal dari stok dan produksi dalam negeri, juga berasal dari pengadaan luar negeri (impor). Impor beras tahun 2020 periode Januari-Agustus sebesar 221.639 ton dan impor bulan Agustus 2020 sebesar 36.985 ton.
Perkembangan harga internasional
Harga beras Internasional selama bulan Agustus 2020 mengalami peningkatan dibandingkan satu bulan sebelumnya. Harga beras jenis Thai 5% dan 15% selama bulan Agustus 2020 mengalami peningkatan masing-masing sebesar 1,40% ( dari US$ 500/ton menjadi US$ 507/ton) dan 0,63% (dari US$ 480/ton menjadi US$ 483/ton).
Sedangkan harga beras jenis Viet 5% dan Viet 15% di bulan September 2020 juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,82% (dari US$ 459/ton menjadi US$ 463/ton) dan 0,43% (dari US$ 470/ton menjadi US$ 472/ton). Setelah 4 (empat) bulan mengalami penurunan harga dan terendah terjadi di Juli 2020, harga beras di pasar internasional kembali naik selama September 2020. Kenaikan ini dikarenakan oleh ketersediaan yang mulai terbatas karena faktor musiman serta permintaan dunia yang saat ini sedikit mengalami perlambatan.
Selain itu, pandemi Covid-19 yang masih belum berakhir menyebabkan negara produsen membatasi ekspornya sehingga mendorong harga beras di pasar internasional naik.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya, beras jenis Thai broken 5% dan 15% mengalami kenaikan harga masing-masing sebesar 25,8% dan 22,9% dibanding September 2019. Harga beras Vietnam pecahan 5% dan 15% juga mengalami peningkatan harga masing-masing sebesar 41,1% dan 49,4% dibandingkan bulan yang sama tahun 2019.
Kebijakan ketersediaan stok pangan
Sementara itu, harga beras di dalam negeri selama tahun 2020 hingga September masih terkendali. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan harga beras di tingkat konsumen yang cenderung menurun.
Terkendalinya harga beras selama tahun 2020 dikarenakan pemerintah terus menjaga persediaan beras di dalam negeri melalui pengelolaan cadangan beras Bulog serta beras hasil penyerapan gabah petani. Selain itu, permintaan beras di dalam negeri tidak menunjukkan lonjakan yang signifikan sehingga tetap memberi ekspektasi yang positif terhadap pasar beras.
Selama Januari-September 2020, Bulog sudah menyalurkan beras untuk Operasi Pasar CBP dan Ketersediaan Pasokan dan Stabilitas Harga (KPSH) sebanyak 876.355 ton, program sembako beras sebanyak 270.562 ton, untuk keperluan tanggap darurat sebanyak 10.337 ton. Sementara realisasi Bansos beras sebanyak 137.938 ton.
Langkah dan upaya pemerintah dalam menjamin ketersediaan stok pangan khususnya beras antara lain (i) Memperkuat cadangan beras pemeritah baik di Bulog maupun pasar (ii) membangun lumbung pangan masyarakat, (iii) menjaga kelancaran distribusi serta (iv) monitoring harga secara berkala. Monitoring harga sebagai upaya early warning untuk menggambarkan situasi pasokan terkini sehingga stabilitas harga tetap terjaga mengingat harga beras saat ini di atas harga HET yang sudah ditetapkan.
Disisi yang lain, sebagai program peningkatan posisi tawar petani pada para tengkulak, Kementan sudah memiliki dua program jangka panjang, yaitu Komando Strategi Pembangunan Pertanian (Kostratani) dan Komando Strategi Penggilingan Padi (Kostraling). Kedua program ini bertujuan supaya saat panen raya tidak lagi terjadi permasalahan dalam membeli gabah dari kelompok tani (Poktan) atau Gapoktan sesuai harga pembelian pemerintah (HPP) untuk disimpan atau digiling, serta dalam upaya menyediakan beras kualitas standar pada waktu yang tepat. (Mediadata/Bam)