Mbah Berumur 7 Tahun

Foto: Maliatuz Zahroh, Tim Redaksi MEMO online
4044
ad

                                                    Oleh: Maliatus Zahroh

MEMOonline.co.id - Ruangan sempit itu terlihat sesak oleh beberapa siswa yang sedang menunduk memandangi kertas di hadapannya. Lamat-lamat diperhatikannya barisan soal yang dirasa lebih sulit daripada menggali batu di pegunungan,, atau memanjat tebing yang tingginya ratusan meter. Pengawas ujian yang sedari tadi mondar-mandir masih terlihat sangar dan menakutkan. Samli yang sudah menguap beberapa kali mulai putus asa dan menelungkupkan kepalanya di meja.

“Sudah selesai kamu Sam?”

Rudy bertanya seraya menyenggol siku Samli dengan hati-hati.

“Tau ah, buat soal kok sulit banget,” jawab Samli seraya memberenggut. Mukanya yang berminyak terlihat lebih mengerikan dengan rautnya yang masam.

“Minta bantu sama Mbah saja, Sam. Ni pake ini,” lanjut Rudy seraya mengangkat ponselnya yang lebar. Samsung J2 Prime. Lelaki itu nyengir, merasa puas karena lembar jawabannya tinggal separuh yang terlihat kosong. Samli melongo tidak mengerti. Ia menatap lekat pada teman di sampingnya seolah meminta penjelasan pada ucapannya tadi. Baru saja Samli hendak bertanya, terdengar deheman kecil dari pangawas ujian.

“Tidak usah menoleh dan saling berembuk,” ucap pengawas itu dengan tegas. Menakutkan. Samli kembali memfokuskan pandangan pada kertas di hadapannya.

*

“Rud, maksud omonganmu tadi apa?” tanya Samli dengan mulut penuh dengan gorengan tempe penyet.

“Omonganku yang mana, Sam?”

“Kamu bilang tadi suruh nanyak ke Mbah kalau gak tahu jawab soal,” Samli meneguk minuman yang tinggal separo di gelas plastik berwarna hijau di hadapannya.

“Ohh...itu, masak kamu gak paham sih. Mbah Google.”

“Mbah Google? Orang mana? Dia kakekmu?” tanya Samli dengan dahi berkerut. Rudy yang saat itu sedang meminum sisa air milik Samli jadi tersedak mendengar pertanyaan lugu temannya.

“Kamu punya handphone gak?” tanya Rudy gemas campur prihatin.

“Punya. Nih kalau mau pinjem,” sahut Samli sembari menyerahkan handphone butut  miliknya yang berwarna abu-abu kusam. Casingnya sudah mengelupas di sana-sini. Rudy melongo, menatap miris pada temannya yang satu ini.

“Mending kamu beli hape yang lebih keren deh kalau mau berkenalan dengan Mbah Google, atau tanya gih sana sama penjaga warnet,” ucap Rudy putus asa. Samli semakin tidak paham dengan apa yang dikatakan temannya itu.

“Nih beli kayak punya aku,” tambah Rudy memamerkan Handphone J2 Prime miliknya.  Ia lalu beranjak sambil menggeleng-gelengkan kepala. Samli menatap tak mengerti. Apa iya untuk kenal dengan seseorang harus ganti hape? sama Mbah-Mbah pula? pikirnya.

Bel masuk jam keduapun telah berbunyi. Samli dengan langkah gontai berjalan ke ruang kelas setelah menghabiskan semangkok soto dan segelas air yang dibelinya dengan harga 7000 rupiah. Minus dua ribu, karena uang saku yang diberikan bapaknya setiap hari memang hanya 5000 rupiah.  

Kertas soal kembali dibagikan oleh pengawas ujian. Samli menatap muak pada barisan soal itu. Otaknya benar-benar buntu karena semalaman Ia habiskan hanya dengan menonton sepak bola bersama bapaknya yang sudah renta. Setengah jam berlalu. Rudy melangkah pasti ke arah pengawas ujian. Samli kira Ia akan bertanya tentang soal yang dirasanya sulit. Ternyata Rudy menyetorkan kertas jawaban.

“Cepat sekali kamu, Rud,” tanya Samli basa-basi. Tatapanya penuh harap. Berharap Rudy akan membantunya keluar dari rumitnya soal yang menghimpitnya.

“Iyalah, kan dibantu Mbah Google,” sahut Rudy enteng. Lagi-lagi nama itu yang didengar Samli. Tentang seorang Mbah yang tidak mau berkenalan dengan pemilik hape butut seperti miliknya.

*

Samli melemparkan tas jeleknya dengan sembarang. Kekesalannya karena tidak dapat menjawab ujian dengan baik membuat perut Samli bertambah lapar. Matanya nyalang melihat ke atas meja kayu tempat ibunya biasa menyiapkan makanan paling sederhana; nasi putih dengan sepotong tahu tawar. Samli bergegas mengangkat tutup nasi, dan sialnya, tak sesuappun nasi yang tersisa di bakul. Kosong melompong. Hanya ada secarik kertas bertuliskan:

Nasinya ada di kamar, di atas kasur. Hari ini Ibumu malas memasak. Jadilah tadi sekitar jam 10.25 WIB Dia membeli di tukang nasi keliling.

Segera Ia bergegas ke dalam kamar untuk menyantap nasinya. Samli memakannya dengan rakus tanpa merasa perlu untuk mencuci tangan terlebih dahulu. Sebungkus nasi itu dihabiskannya dalam waktu dua menit.

Samli membolak-balik koran bekas bungkus nasi di tangannya. Dibacanya beberapa berita dengan saksama.

JAKARTA, KOMPAS_ Direktorat Jenderal Pajak (DJP) siap melanjutkan pemerikasaan bukti permulaan terhadap PT Google Indonesia yang diduga mengemplang pajak. Antisipasi ini dilakukan setelah perundingan kedua belah pihak menemui jalan buntu pada pertengahan Desember lalu.

Dalam perundingan terahir pada pertengahan Desember, menurut Haniv, nilai pajak yang sanggup dibayar PT Google Indonesia jauh di bawah nilai versi DJP. Kira-kira hanya sepertiga dari versi DJP.

Soal berapa nilainya, Haniv enggan menyebut. Namun, yang pasti, Nilai pajak versi DJP di atas Rp 1 triliun. Meski demikian, nilai tersebut masih cukup moderat karena di bawah perkiraan nilai utang pajak PT Google Indonesia selama lima tahun terahir. Pada 2015 saja, dalam perhitungan DJP , PT Google memiliki utang pajak sekitar Rp 3 triliun.

Secara terpisah, Head of Corporate Communication Google Indonesia Jason Tedjasukmana mengatakan, PT Google Indonesia beroperasi di Indonesia sejak tahun 2011.

Samli ternganga membaca koran di tangannya. Apalagi yang membuatnya kaget jika bukan karena kabar tentang Google.  Google yang diberitakan punya hutang 3 triliun. Google yang ternyata masih anak-anak berusia 7 tahun.

“Bagaimana mungkin Rudy menyebutnya Mbah, jika lahirnya saja pada tahun 2011. Ah, bahkan anak sekecil itu sudah berani punya hutang. Siapa orang tuanya?” Pikir Samli.

*

“Mbahmu terlibat hutang, Rud.”

“Mbah siapa?” Rudy terlihat mengerutkan alis

“Google,” jawab Samli cepat. “Kemarin aku baca di koran,” tambah Samli lagi. Rudy tetap dengan tampang datar, seperti tak ingin tahu lebih lanjut kabar yang dibawa Samli.

“Nih kalau mau pinjem hape ku, tanyakan apa yang ingin kamu tanyakan sama Google. Caranya begini,” jelas Rudy kepada Samli yang memperhatikan dengan saksama.

“Atau kamu ingin liat tokoh idolamu mungkin? Tinggal ketik namanya disini,” Tambah Rudy sebelum akhirnya Ia berlalu. Samli jadi teringat pada artis idolanya, Nikita Willy. Ia lalu mengetikkan nama itu di akun Google yang ada di hape Rudy. Hanya dalam waktu beberapa detik, foto Nikita Willy terpampang di layar ponsel dengan data diri dan koleksi fotonya. Samli lebih tertarik melihat koleksi foto idolanya. Ia tersenyum-senyum sepanjang pagi di kantin sekolah sampai tak mendengar bel masuk berbunyi.

“Terimakasih Rud untuk hapenya, kapan-kapan aku pinjem lagi, mau menanyakan sesuatu,” Ucap Samli sembari menyerahkan hape J2 Prime milik Rudy.

“Ya sama-sama. Makanya beli hape kayak gini, biar ada mbah Googlenya,” teriak Rudy sambil melirik miris pada hape di saku seragam Samli. Yang diejek hanya tersenyum masam. Merasa malu.

Samli pulang dengan tergesa. Tangannya mengambil celengan dengan bentuk ayam di atas lemarinya, lalu dipecahkan dan dihitung uangnya. Merasa masih kurang, diambilnya kalung dan gelang emas milik ibunya yang Ia tahu terletak di laci lemari, serta dua ekor ayam milik ayahnya yang sudah lumayan besar di kandang belakang rumah. Samli bergegas pergi ke pasar. Menjualnya.

*

Samli tidur telentang di teras rumahnya dengan beralaskan karpet kecil berwarna kuning kusam. Di tangannya Handphone Samsung J2 Prime terlihat masih baru. Mengkilap. Sepanjang hari Samli hanya berkutat dengan benda itu. Tak mendengar suara gaduh ayah ibunya yang ribut merasa kehilangan benda berharga. Samli mengetikkan segala sesuatu yang ingin diketahuinya di akun Google hapenya. Mulai dari rumah terindah di dunia, sungai terbesar di dunia, bahasa ilmiah yang merupakan PR dari guru bahasa Indonesianya, dan sampai pada gadis tercantik dan terseksi di dunia. Semua dicarinya di akun Google yang baru ia kenal.

“Samli! Dari mana kamu dapat uang untuk membeli hape itu? Sini Ibu pinjam!” suara cempreng ibunya membuat Samli kaget setengah mati. Samli ketakutan dan dengan serta merta menyembunyikan hapenya di belakang punggung. Samli lantas berlari ke halaman rumah. Tak memperdulikan teriakan Ibunnya yang lagi marah.

“Enak saja mau pinjem hapeku. Entar tamat riwayatku kalau Ibu bertanya pada mbah Google siapa yang telah mencuri perhiasan dan dua.   ayam milik Bapak,” Gerutunya sambil terengah-engah.

Catatan: Maliatuz Zahroh, adalah salah satu Tim Redaksi MEMO online, yang juga anggota Forum Lingkar Pena Cabang Sumenep.

ad
THIS IS AN OPTIONAL

Technology

MEMOonline.co.id, Jember- Ulah seorang Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang sering berkeliaran di sepanjang jalan Gajah Mada Kaliwates Jember pada...

MEMOonline.co.id, Bangkalan - Kick-off laga pada babak Championship Series Liga 1 2023-2024 tinggal hitungan hari. Mempersiapkan diri dengan benar...

MEMOonline.co.id, Bangkalan - Zia ul Haq, Komisaris PT PBMB Madura United, telah menghadiri manager meeting 4 (empat) klub Championship Series di...

MEMOonline.co.id, Bekasi- Dian Arba aktivis GMNI Bekasi, selaku korlap aksi damai di Kejaksaan Agung RI beberapa waktu lalu, telah meminta Kejagung...

MEMOonline.co.id, Sumenep- Identitas Sosok guru ngaji yang diduga tega mencabuli tiga santrinya di Sumenep, Madura, Jawa Timur, akhirnya...

Komentar