
MEMOonline.co.id, Jakaeta - Ironis, baru beberapa jam dilantik sebagai Kapolri dan membawa konsep Polsek paradigma baru, markas Polsek Sungai Pagu di Sumbar sudah dirusak sekitar 200 massa.
Indonesia Police Watch (IPW) melihat, tantangan Kapolri Sigit untuk membenahi Polsek menjadi tugas berat.
"IPW merasa prihatin dengan terjadinya peristiwa perusakan massa terhadap Polsek Sungai Pagu di Kabupaten Solok Selatan, Sumbar," ucap Neta, Jum'at (29/1/2021) pagi.
Apalagi, lanjut Neta, peristiwa itu terjadi pada Rabu (27/1/2021) pukul 15.30 atau beberapa jam setelah Presiden Jokowi melantik Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri baru. Dimana Kapolri Sigit, baru juga mencanangkan Polsek tidak boleh lagi menangani kasus tapi hanya menjadi pembina dan pengendali Kamtibmas. Tak pelak kasus penyerangan Polsek Sungai Pagu ini menjadi ironi sekaligus tantangan bagi Kapolri baru.
"Artinya, bagaimanapun konsep baru kinerja Polsek yang digagas Kapolri Sigit perlu ditata dengan komprehensif agar jajaran Polsek menjadi lebih peka dengan deteksi dini. Sehingga bisa segera mengantisipasi situasi yang ada, baik saat melakukan tindakan maupun paska melakukan tindakan," ujarnya.
Dengan kepekaan dan antisipasi yang tinggi, Polsek tidak lagi menjadi bulan-bulanan amuk massa. Dan program Polsek paradigma baru yang digagas Kapolri Sigit bisa berjalan maksimal dan membawa Polri benar benar presisi.
Untuk diketahui, Kasus yang terjadi di Polsek Sungai Pagu bermula dari penangkapan tersangka DC, buronan kasus penjudian yang juga diduga sering memalak (meminta paksa) warga.
Saat ditangkap, tersangka DC melakukan perlawanan dan menyerang petugas dengan sebilah senjata tajam. Salah seorang polisi berhasil ditusuknya hingga bagian tangan dan bagian tubuh lainnya luka luka.
Karena membahayakan petugas, polisi melepaskan tembakan ke arah pelaku guna melumpuhkannya. Tembakan mengenai bagian kepala pelaku. Akhirnya, Pelaku dinyatakan meninggal dunia di RSUD Solok Selatan.
Kematian tersangka ini memicu amarah keluarga dan kerabat pelaku. Mereka lalu ramai-ramai mendatangi Mapolsek Sungai Pagu, melempari Mapolsek dengan batu hingga benda keras lainnya. Ada sekitar 200 orang lebih yang menyerang Polsek.
Akibat penyerangan ini, ruangan penjagaan dan tempat penerimaan laporan atau pelayanan masyarakat rusak berat. Semua kaca pada ruangan itu rusak berat. Meski demikian, fasilitas lainnya hingga kedaraan yang terparkir di halaman Mapolsek tidak ada yang mengalami kerusakan.
Setelah menyerang Mapolsek Sungai Pagu, massa memblokade jalan penghubung Padang Aro-Muara Labuh. Ruas jalan yang diblokade itu merupakan jalan lintas utama yang menghubungkan Provinsi Sumbar dengan Kerinci, Provinsi Jambi.
"Kasus ini harus menjadi pembelajaran bagi Kapolri Sigit yang hendak menggagas Polsek paradigma baru," tambah Neta.
Dari kasus ini, masih Neta, bisa terlihat bagaimana kemampuan deteksi dini jajaran Polsek dalam menghadapi sebuah peristiwa. Lalu sejauhmana aparatur Polsek bersikap terlatih dalam menghadapi tersangka. Lalu sejauhmana aparatur Polsek taat SOP yang sudah menjadi ketentuan baku di Polri. Lalu sejauhmana aparatur taat hukum bahwa tugasnya adalah melumpuhkan tersangka dan bukan menjadi algojo, yang main tembak kepala saat hendak melumpuhkan tersangka.
Dari kasus Polsek Sungai Pagu ini, sebelum menjalankan konsep Polsek paradigma baru, lanjut Neta, Kapolri Sigit perlu mengevaluasi kualitas aparatur Polsek untuk melatih mereka agar profesional dan benar benar terlatih menjadi anggota kepolisian di ujung tombak Polri.
"Kapolri Sigit perlu juga mengevalusi persenjataan semua anggota Polsek agar diketahui kualitasnya, sehingga senjata itu benar benar bisa presisi, jangan mau menembak kaki yang kena malah kepala," tukasnya.
"Dan dalam kasus Polsek Sungai Pagu ini, siapa pun yang melakukan pelanggaran hukum dan bertindak semena mena harus diseret ke pengadilan, baik itu anggota polisi maupun anggota masyarakat yang anarkis," tuntas Ketua Presidium Indonesia Police Watch ini. (Bam/red)