
MEMOonline.co.id, Jakarta - Saat ini ada gagasan dari lingkungan Istana Kepresidenan untuk membuat satu paket pergantian Kapolri dan Wakapolri. Yakni menaikkan Wakapolri, Komjen. Gatot Eddy menjadi Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis dan sekaligus mendorong Kabareskrim Komjen. Sigit menjadi Wakapolri menggantikan Gatot Eddy.
"Gagasan ini semakin serius dibahas kalangan Istana atau kalangan dekat Presiden Jokowi menjelang penyerahan nama Kapolri baru ke DPR RI setelah Wanjakti Polri dan Kompolnas menyampaikan usulan nama nama calon Kapolri kepada Presiden," ungkap Neta S Pane, melalui siaran pers tertulisnya, Rabu, (6/1/2021).
Dari pantauan Indonesia Police Watch (IPW), lanjut Neta S Pane, diperkirakan usulan nama calon Kapolri itu sudah disampaikan Wanjakti Polri, sementara usulan nama dari Kompolnas diperkirakan baru diserahkan pada Jumat 8 Januari 2021.
"Setelah mendapat usulan nama nama calon Kapolri, Presiden akan memilih satu nama yang kemudian pada Senin 11 Januari 2021 diserahkan kepada DPR agar Komisi III DPR bisa melakukan uji kepatutan, sebelum Kapolri Idham Azis pensiun pada 25 Januari 2021," ucapnya.
Di lingkungan Istana Kepresidenan saat ini memang sudah mengkristal dua nama calon Kapolri, yakni dari senior Akpol 88 dan junior Akpol 91.
Sementara dari kalangan internal Polri berharap Presiden Jokowi memilih jenderal senior sebagai Kapolri pengganti Idham Azis. Begitu juga untuk posisi Wakapolri diharapkan dipilih dari jenderal senior dan bukan jenderal junior.
"Dengan demikian pada priode 2021 sampai 2024, Presiden Jokowi masih bisa mengangkat dua kapolri lagi," jelasnya.
Pertama, urai Neta, figur yang diangkat menjadi Kapolri adalah jenderal senior dengan NRP. 65 yang berakhir masa tugasnya di tahun 2023. Kedua, Kapolri NRP. 65 yang pensiun di tahun 2023 itu selanjutnya akan digantikan oleh jenderal dengan NRP. 67 atau 68 yang berakhir masa dinasnya di tahun 2025 atau 2026.
"Dengan demikian proses suksesi di Polri berjalan tanpa gejolak dan tanpa keresahan," tambahnya.
IPW sendiri melihat, proses suksesi di Polri kali ini sangat berbeda dengan suksesi sebelumnya. Saat ini suksesi Polri diwarnai situasi sosial politik yang penuh dengan dinamika munculnya kelompok kelompok garis keras keagamaan.
Bagaimana pun Presiden Jokowi patut mencermati situasi dan dinamika yang berkembang. Sehingga Kapolri yang dipilih tidak rentan terhadap masalah dari dinamika sosial politik yang berkembang tersebut.
"Presiden harus memilih figur Kapolri yang tidak hanya loyal, tapi juga harus memilih figur yang mampu mengkonsolidasikan institusinya dengan kapabilitasnya yang disegani senior maupun juniornya," tukasnya.
Selain itu, masih Neta, figur yang dekat dengan tokoh tokoh masyarakat dan memiliki jam terbang yang tinggi dalam menjaga keamanan masyarakat.
"Sehingga keberadaan Kapolri tersebut tidak menjadi beban sosial bagi Presiden hingga usainya masa jabatan Jokowi di 2024," pungkas Ketua Presidium Indonesia Police Watch itu. (Bam/red)