
MEMOonline.co.id, Bangkalan - Pembebasan lahan oleh Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura (BPWS) di Desa Sekar Bungoh Kecamatan Labang yang akan digunakan sebagai lokasi wisata pesisir terus menuai polemik. Terbaru, tokoh kecamatan Labang melakukan musyawarah untuk membahas hal tersebut.
Sosialisasi Perwali No.78 2020
Sebelumnya, pembebasan lahan sejak tahap pertama dan kedua juga menimbulkan polemik serupa. Mayoritas warga setempat menilai pembebasan lahan tersebut dilakukan tak transparan.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Bangkalan, Ha'i menilai, pembebasan lahan tersebut sejak awal tak sesuai dengan aturan yang ada. Sebab, penentuan lokasi yang harusnya dimusyawarahkan oleh semua warga terdampak tak dilakukan.
"Ketika seluruh warga terdampak tidak dilibatkan dalam sosialisasi penlok, itu jelas sudah menyalahi aturan. Logikanya, tanah itu milik masyarakat tentu pemilik seluruhnya harus hadir langsung atau dikuasakan secara tertulis ketika berhalangan hadir," ucapnya, Senin (21/09/2020).
Tak hanya itu, team appraisal dinilai tak transparan terhadap nilai tanah dan detail item yang ada di atas tanah warga setempat. Ha'i mengatakan, nilai tanah dan seluruh itemnya wajib disampaikan secara detail pada warga.
"Masyarakat berhak tau nilai dari lokasi tanah,bangunan, tanaman dan segala item yang ada diatasnya. Sehingga, masyarakat mengetahui berapa nilai yang akan didapat, bukan asal beli dengan harga dibawah nilai jual objek pajak (NJOP)," tambahnya.
Selain itu, pihaknya juga menyayangkan pengukuran tanah yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada. Terbukti, saat pengukuran dilakukan, pemilik tanah yang diukur dan pemilik tanah yang berbatasan tidak dilibatkan serta tidak menyaksikan langsung, sehingga hal ini berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari.
Pihak Panitia Pengadaan Tanah (P2T) yang diketuai oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan juga dinilai tak transparan dalam menyampaikan mekanisme serta perincian pembebasan lahan tersebut.
"Yang memerlukan tanah adalah BPWS dan pelaksananya P2T. Kami kecewa karena tak ada transparansi soal mekanisme pembebasan hingga penilaian harga tanah serta semua hal yang ada diatasnya," imbuhnya. (Yis/red)