
Oleh Rausi Samorano
MEMOonline.co.id, Sumenep - Disebuah hotel di Kota Surabaya saya bertemu dengan orang-orang berseragam partai politik, yang sedang ada acara koordinasi nasional dalam rangka menghadapi Pemilukada, dan saya sempat bincang-bincang dengan salah seorang petinggi partai itu tentang Pilkada Sumenep. Siapakah calon bupati atau wakil bupati dari partai tersebut.
Jawabannya sungguh sangat mengejutkan, 'Kita tidak mencalonkan', loh kok? Menurutnya, partai tersebut tidak mencalonkan kadernya karena mereka sadar posisi. Ya ini semacam sadar diri, muhasabah politik dan ini sangat penting.
Kenapa demikian, muhasabag politik adalah kalkulasi atas potensi-potensi dan relasi-relasi kuasa ke dalam pun diluar partai tersebut. Dalam konteks Pilkada Sumenep, PKB menjadi partai pemenang punya potensi suara yang besar, tokoh-tokoh yang solid dan hirarki jejaring populis.
PKB punya kader yang mumpuni dari segi kapasitas dan elektabilitas. Tetapi PKB masih juga melakukan muhasabah politik dengan proses terstruktur, termasuk membuka peluang kepada non kader untuk dicalonkan (tepatnya direkomendasikan untuk dicalonkan) menjadi Cabup Cawabup dari PKB.
Apakah PKB krisis kader dan atau krisis kepercayaan kepada kader? Bukan, tapi PKB sadar posisi. Posisi apa? Nanti kota bahas.
Kemudian PDIP sebagaimana kita tahu dengan sangat percaya diri sudah merekomendasikan sepasang Cabup Cawabup lebih awal dan lebih dini, ini juga tentu PDIP tidak gegabah. Pasti sudah melalui proses muhasabah politik, kalkulasi matang dan berdasar pada hasil survei.
Dalam hal ini, PDIP yang bukan partai besar di Sumenep dan bukan pemenang telah lebih berani dari pada PKB yang superior dalam setiap Pemilu di Kabupaten Sumenep sebelumnya.
PDIP maju menjadi 'kunci' dan melempar 'tawaran' awal kepada masyarakat dan kepada parpol-parpol lain; Achmad Fauzi dengan Hj. Dewi Khalifah. Satu tawaran menarik dan ideal.
PDIP sadar bahwa posisinya sangat strategis, karena PDIP memiliki Said Abdullah. Ada apa dengan beliau? Politisi senior ini punya jaringan strategis ke ketua DPP partai pemenang nasional. Beliau juga Ketua Badan Anggaran DPR RI.
Inilah nilai tawarnya dan tentu menjadi epecentrum refrensi partai-partau lain dalam membangun nalarnya dalam Pilkada Sumenep.
Sekilas partai-partai politik di Sumenep tidak diberi pilihan tak ada "Oposisi Binner". Ter(di)paksa kalau tidak ke PDIP ya Ke PKB. Tak ada pilihan taktis yang lain. Riak-riak itu mulai terlihat walau samar.
Orang mulai ragu apakah akan ada posisi poros ketiga, poros yang memecah dua kekuatan besar PKB dan PDIP. Tp siapa...? Coba kita lihat partai-partai besar yg ada di Kabupatan Sumenep:
Pertama, Partai Demokrat. Saya melihat partai ini lebih dekat dan sangat kuat dugaan saya pasti merapat ke PKB jika rekom partai tersebut jatuh ke Fatah Jassin. Walaupun ketua cabangnya Pak Soengkono ada beberapa baleho yg disebar. Karena memang ada "kedekatan" emosional dan "Struktural" kedekatan Fattah Jasin dengan ketua DPD Demokrat Jatim yang juga mantan Gubernur jatim.
Kedua, Partai Gerindra. Melihat Partai Gerindra tidak bisa hanya melihat secara kacamata lokal cabang, tapi diteropong ke Jakarta dimana Ketum DPP Gerindra sudah ngopi bareng dan sedang mesra dengan Ketua DPP PDIP.
Bisa ditebak kemana arah koalisinya. Walaupun sebanarnya Gerindra masih punya nilai tawar untuk maju menjadi kontestan tapi jika itu tidak dipaksakan harus ketua DPCnya. Bisa saja politisi lain yg "Dibajak" dengan mendapat rekom Partai menjadi cawabupnya calon lain. Tunggu saja dinamikanya.
Ketiga PAN..... Awalnya saya melihat partai ini hanya akan menjadi partisiPAN, tidak akan mencalonkan kadernya. Tapi PAN cerdik kemana perahu partai harus dilabuhkan. PAN juga sebagaimana Gerindra sudah "Ngopi Bareng" dengan ketua DPP PDIP. Tapi Jelas PAN tak mungkin neko-neko minta Jadi Cawabup, kenapa.... PAN sudah pasti melakukan Muhasabah Politik dan tidak mungkin juga dalam muhasabah tersebut PAN dengan ikhlas dan sukarela mendukung calon PDIP tanpa pamrih. Ya.. tak ada makan malam gratis, paling tidak misalnya semua direksi BUMD menjadi jatahnya PAN, ini hanya misalnya saja. Tapi bisa saja ada kompensasi politik lain yang menjadi konsesi.
Keempat PPP. Partai ini besar dan selalu menjadi "separing partnernya" PKB dalam setiap Pilkada Sumenep, tapi untuk konteks pilkada tahun ini PPP masih melakukan muhasabah politik yg cukup rigid dan hati-hati. PPP punya Ketua Cabang yang "Marketable", masih sangat muda, putra tokoh berpengaruh, putra pengasuh pesantren besar dan sangat berpengaruh secara sosiologis walaupun secara soliditas politis masih perlu dihitung ulang.
Ketua DPC PPP masih belum pernah berpengalaman di legilatif, pun di pemerintahan, beliau sama sekali baru dalam kancah perpolitikan daerah. Tentunya pasti banyak partai besar yg melirik dan mau "Melamar". Tapi sekali lagi partai pasti akan melakukan muhasabah politik. PPP sudah ada komunikasi dengan PKB via pendaftaran ketua PPP melalui PKB apakah mungkin, bisa jadi.
Tapi bisa jadi juga ada konsepsi berbeda bisa juga reposisi menjadi Cawabup PKB. Jika ada garis demarkasi yang jelas dan ada kepentingan yang bisa disinergikan, ini bisa jadi poros kekuatan besar yg berpotensi menang.
Pertemuan kami dengan politisi senior di Surabaya ditutup dengan bahasa "muhasabah yg sangat penting yaitu soal dana, Karena cost politik sangat besar". Iya.. Masalah dana ini adalah "Jantungnya" Cabup-Cawabup walaupun bukan "nyawanya". Dan saya kira semua partai termasuk PKB pasti menjadikan ini sebagai salah satu variable muhasabah. Karena konstelasi politik saat ini memang mengharuskan memiliki dana besar.
Kenapa..? Bukan rahasia lagi bahwa Negara tidak menangggung biaya politik dan Partai politik. Saya tidak mengatakan bahwa dana sebagai satu-satunya variable untuk memenangkan cabup-cawabup, tapi ini menjadi yang paling utama dalam proses pemenangan tersebut.
Contoh bayar saksi saja Misal Rp. 100.000 x 1000 orang sadh Rp. 1 Milyar ini kalo hamya seribu. Bagaimana jika semua TPS...? . Belum lagi alat peraga, sosialisasi, konsultan, survai, dan tentunya RELAWAN. Kita jangan beramsusi bahwa Relawan Politik itu sama dengan Relawan Sosial. Beda.... Mereka relawan tapi butuh makan dan bensin juga, butuh alat peraga juga. Dan.... Higt Cost. Olehkarenanya inilah kenapa banyak calon dan partai yg "SADAR POSISI". Jika posisinya hanya pas menjadi Partisipan atau supporter lewat koalisi mereka tak akan macam2 minta mau nyalon bupati atau wakil bupati. Apalagi kadernya tidak "marketable" tidak punya Dana dan akses dana, (Akses dana biasanya via Bandar politik dengan konpensasi dan kepentingan politik tertentu) kecuali mau sedekah politik (kasarnya Buang2 dana