
MEMOonline.co.id, Lumajang - Sejumlah sopir angkutan pasir di Kabupaten Lumajang harus merogoh kantong lebih dalam, untuk memperoleh Surat Keterangan Asal Barang ( SKAB ) dalam setiap aktivitas angkut pasir.
Mendatangi kantor Bupati Lumajang, Senin (21/6/2021), para sopir menyampaikan keberatan, meminta orang nomer satu di Kabupaten Lumajang memberikan solusi.
Aksi penarikan di jalur angkutan pasir, kian menambah beban. Sebab dilain hal, harga SKAB tembus pada angka Rp. 120 ribu per angkutan. Bahkan sebelumnya, diakui para sopir, SKAB sempat tembus harga Rp. 150 ribu. Padahal sebenarnya sepengatahu sopir, SKAB hanya berpatok pada harga Rp. 25 ribu.
"Sekarang ini SKAB harganya Rp. 120 ribu, dulunya pernah Rp. 150 ribu. Dan sepanjang jalur angkutan pasir di wilayah Candipuro itu ada penarikan totalnya sampai Rp. 35 ribu. belum yang lain di bawah itu. Itu kami keberatan pak," ucapnya.
Hal senada disampaikan oleh sopir lain dikawasan yang sama, rata - rata penarikan berkisar dari angka Rp. 5 ribu pertitik penarikan dengan total hingga Rp. 50 ribu. Sifatnya memaksa, jika sang sopir angkutan pasir tak membayar, maka berujung pada pengejaran.
Bupati menilai, di pertambangan pasir, ada ribuan pelaku tambang manual, yang harus dapat income ekonomi.
Perlu kebersamaan dengan pemilik izin tambang. Kalau hanya memikirkan pemilik izin, tidak memikirkan yang manual, tidak akan menemukan titik temu atau jalan keluar.
"Yang tidak punya SKAB ini kan yang yang manual, mereka ngikut kepada pemilik izin tambang, mereka nunut kepada pemilik izin tambang. Nah, pemilik izin tambang lah yang mengeluarkan SKAB, ini masih masih dicarikan jalan keluar supaya sama - sama mendapatkan hasil keuntungan semua bisa hidup dari penambangan pasir di Kabupaten Lumajang," ucapnya.
Terkait protes sopir terhadap SKAB yang ada di kawasan perizinan tambang, Bupati menilai karena sopir mengkalkulasi antara SKAB dengan harga atau uang, yang didapat untuk mendapatkan SKAB itu, tidak nutut hasilnya dengan harga pasir yang di stok pile.
Ia berjanji akan memfasilitasi untuk mempertemukan para pihak terkait, untuk memperoleh titik temu dari setiap keluh kesah yang ada, termasuk membahas kerusakan akses jalan jalur tambang.
Terpisah, aksi para sopir itu mendapat sorotan dari Arsyad Subekti ketua LSM Ampel asal Tempeh Lumajang.
Menurutnya jika sopir sudah beli pasir, maka tidak perlu lagi membeli SKAB, karena terang aturannya SKAB tidak boleh diperjualbelikan.
"Setiap pembelian pasir, sopir harusnya sudah dapat SKAB, yang mana keluarnya SKAB itu sudah include dengan harga pasir yang dibelinya. Disini kan kalau saya perhatikan, sopir itu beli pasir dan juga dilain hal juga harus beli SKAB. Dan yang perlu diperhatikan, SKAB itu keluarnya di tempat pemilik izin tambang itu, bukan beli pasir disini, lalu SKAB nya disana," ini harus diluruskan.
Lebih jauh Arsyad menerangkan, terkait penarikan di jalur angkutan tambang berupa portal, serta pungli lain yang di keluhan sopir saat itu, tak jauh beda dengan aksi premanisme.
"Pungutan yang tidak memiliki dasar atau payung hukum, itu adalah pungutan liar atau bisa disebut premanisme. Apalagi ada kabar intimidasi apabila pungutan itu tidak diberikan, itu merupakan perbuatan pidana. Itu polisi dalam hal ini Polres Lumajang harus segera bergerak sesuai instruksi Kapolri dalam upaya pemberantasan premanisme," imbuhnya.
Masih menurut Arsyad, pihaknya berharap Bupati harus bergerak cepat untuk mengatasi masalah tersebut,agar tidak menimbulkan problem yang baru di masyarakat.
"Karena sudah jelas, bahwa problem itu sudah lama terjadi di Lumajang. Dan itu tidak hanya meresahkan para sopir tetapi meresahkan masyarakat dalam sisi banyaknya jalan yang rusak dan masyarakat terganggu, itu butuh penertiban. Di Lumajang kan sudah ada tim satgas saber pungli, dan tidak punya alasan lagi untuk tidak segera bertindak," pungkasnya.
Penulis: Hermanto
Editor: Udiens
Publisher: Lina