
MEMOonline.co.id, Sumenep - Hasil kajian Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BKMG) Jawa Timur, perkiraan dampak La Nina terjadi pada akhir tahun 2020 hingga awal 2021.
Prediksi BMKG ini menunjukkan jika di tahun 2021 ada intensitas curah hujan yang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Yang disebabkan oleh La Nina.
Demikian disampaikan Kepala Dinas badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Sumenep Abd Rahman Riadi. Sabtu (31/10/20).
"Untuk itu perlu di waspadai potensi ancaman la Nina, karena ada potensi curah hujan yang cukup tinggi disertai dengan angin kencang," terangnya.
Kata dia, curah hujan tinggi tidak hanya menyebabkan banjir tapi juga longsor. Terutama di daerah pemukiman perbukitan.
Meski demikian, pihaknya harus siap siaga dalam meghadapi potensi bencana tersebut, baik kesiapan logistik atau peralatan.
"Pada saat ini memang masa transisi antara musim kemarau ke musim penghujan, dimana setiap musim transisi itu curah hujan memang tidak merata. Biasanya intensitas cukup tinggi disertai angin kencang dibeberapa tempat," urainya.
Dirinya mengungkapkan, curah hujan saat ini masih belum normal. Sebab, perkiraan BMKG itu di pertengahan bulan November baru masuk musim penghujan.
Di bulan itu seperti biasa peta rawan/potensi bencana yang ada di Kabupaten Sumenep akan aktif.
"Salah satunya di Kecamatan Lenteng, Desa Cangkring, Sendir. Kecamatan Batuan di Babbalan, Patean, itu biasanya rawan banjir," ungkapnya.
Untuk daerah rawan terjadi longsor yakni di daerah Kecamatan Rubaru tepatnya di Desa Basoka. Selain itu, juga di Kecamatan Guluk-Guluk dan juga di Pragaan daya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkin itu, pihaknya telah berkoordinasi dengan beberapa intansi terkait misalnya dengan PU sumber daya air, Cipta Karya bagaimana dalam menormalisasikan aliran sungai dan gorong-gorong.
"Untuk itu saya mengharapkan kepada masyarakat bahwa diawal memasuki transisi musim penghujan ini untuk tidak membuang sampah sembarangan," harapnya.
Selain itu, pihaknya juga menghimbau kepada masyarakat agar lebih waspada dan sadar dalam upaya pencegahan banjir. Semisalnya di masing-masing rumah paling tidak ada Biopori, ada resapan air.
"Jadi air yang jatuh di pekarangan rumah itu tidak langsung jatuh ke selokan atau ke gorong-gorong dan drainase yang muaranya kesungai. Akan tetapi langsung diserap biopori," tambahnya.
Tak hanya itu, pihaknya juga meminta masyarakat untuk mengupayakan penghijauan daerah-daerah perbukitan, supaya bisa mencegah adanya longsor.
"Untuk mengurangi risiko bencana, kami juga sudah memberikan rambu peringatan rawan bencana dibeberapa titik, seperti baliho, banner dan lain-lain agar masyarakat lebih waspada," pungkasnya. (Zai).