Kesejahteraan Jurnalis di Media Online

Foto: Yunanto
724
ad

                       Oleh: Yunanto

MEMOonline.co.id - Kesejahteraan jurnalis bagaikan barang langka di era gegap-gempita media _online_ masa kini. Fakta yang terasa tabu diperbincangkan di kalangan insan pers sendiri. Realitas yang menyedihkan, bekerja (berkarya jurnalistik) tanpa upah tetap per bulan.

Wartawan dalam komunitas mayoritas jurnalis media _online_ bagaikan pewarta yang berjalan di atas awan. Dia bisa melihat dan memotret apa saja dari langit. Mewartakan aksi demo massa buruh yang menyoal rendahnya upah, misalnya. Ironisnya, "nasib" upahnya sendiri sebagai jurnalis terbengkelai.

Ironis atau lucu? Nyaris tiada beda dalam kontek kesejahteraan mayoritas jurnalis media _online_. Betapa tidak lucu, bekerja tanpa diupah. Super-ironis, untuk bisa bekerja mesti berbekal _"keplek"_ (baca: _ID card_ jurnalis) dan malah harus membayar (setor uang) ke manajemen institusi medianya. Ampun, jagat dijungkir balik. Unik sekaligus menyedihkan!.

*Apa Motifnya?*

Dalam bahasa hukum, faktual ironis di jagat mayoritas media _online_ tersebut bisa disebut dengan terminologi _actus reus_. Suatu perbuatan yang telah terjadi (selesai dilakukan) dan kasat mata. Hal yang membikin saya penasaran adalah _mens rea_. Artinya, motif yang membalut niat jurnalis media _online_ mau dipekerjakan tanpa upah tetap per bulan.

_Mens rea_ yang sungguh misterius. Bila motifnya "daripada tidak bekerja", ah, naif. Andai motifnya "pekerjaan sambilan", rawan dari aspek pertanggungjawaban bila terjadi masalah hukum terkait dengan UU No. 19/ Tahun 2016 tentang ITE. Jika motifnya "untuk gagah-gagahan", gagah macam apa jika tidak menjiwai UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik?

Saya tulis artikel ini sebagai bentuk keprihatinan. Pasalnya, ada faktual ironis, lucu, unik dan menyedihkan di jagat media _online_ masa kini. Eksistensi mayoritas jurnalis media _online_ di lapangan, jauh panggang dari api dengan realitas tanpa upah tetap (baca: gaji).

Di paragraf ke-2, ke-3 dan ke-4 artikel ini, saya gunakan terminologi mayoritas. Maknanya, memang tidak semua media _online_ tidak memberikan upah tetap pada para jurnalisnya. Namun mayoritas media _online_ tidak membayarkan upah tetap bagi jurnalisnya. Ini fakta.

Bumi berputar. Zaman pun demikian. Ada beda faktual dalam kontek kesejahteraan jurnalis era Orde Baru dengan Orde Reformasi kini. Memang, sulit membandingan secara linier. Saya mafhum, pada zaman Orde Baru tidak ada media _online_.

Faktual lain, tentu saja jumlah media dan jumlah jurnalisnya jauh beda. Lonjakannya bagaikan deret ukur. Berlipat ganda. Dari aspek daya pengaruh publikasi pun eksistensi media _online_ sangat beragam: lokal, regional, nasional. Berbagai macam _mens rea_ berkecamuk di dalam jagat media _online_. Mau apa. Itu fakta.

*Angin Segar*

_Mens rea_ mayoritas jurnalis media _online_ membikin penasaran, menyesaki benak saya. Itu lantaran saya (mungkin) terlalu memperhatikan eksistensi mereka dalam keseharian. Termasuk faktual kualitas (mutu) karya jurnalistiknya yang diproduksi secara nihil upah tetap.

. Risau? Ya, itu karena saya menyayangi adik-adik jurnalis media _online_. Di saat risau kian membuncah, saya menerima kabar dari sobat lama. Seorang jurnalis senior di Malang Raya.

Sobat lama itu lewat telepon mengabarkan akan menghidupkan kembali media _online_ -nya. Kali ini medianya akan hadir dalam nuansa "tampil beda" dari mayorotas media _online_ yang telah ada.

"Tampil beda" yang dia maksudkan bukan hanya soal kualitas karya jurnalistiknya. Lebih dari itu, kesejahteraan para jurnalisnya.

Dia rincikan konkretnya. Setiap jurnalisnya dipastikan menerima gaji tetap per bulan, minimal nominalnya sama dengan UMR yang berlaku. Masih ditambah lagi uang tunjangan profesi per bulan, bila berprestasi. Ada pula tunjangan jabatan.

Gaji tetap dan tunjangan itu pun masih ditambah dengan diikutkan asuransi kesehatan (serupa BPJS).

Ihwal persentase _fee_ dari iklan, apa pun bentuk iklannya, tetap diberikan kepada jurnalis yang mendapatkan iklan. _Fee_ iklan itu tidak termasuk dalam komponen gaji tetap per bulan.

Kabar itu saya nilai sebagai angin segar di jagat media _online_. Maka saya semangat saat diundang oleh sobat lama itu ke kantor media _online_-nya di Sawojajar, Kota Malang, akhir pekan lalu.

Ada empat jurnalis yang telah "siap tempur". Sobat saya menyebutkan, ada 23 orang pelamar menjadi jurnalis di medianya, tapi yang lulus _testing_ (ujian) dan layak, hanya sejumlah itu.

Tidak masalah. Saya tetap semangat memberikan bekal wawasan ihwal publisistik praktika. Tentu, pondasi berjurnalistik: _"melek"_ hukum, saya utamakan. Memenuhi harapan sobat lama saya.

Saya sengaja tidak menyebutkan nama media _online_ berangin segar bagi kalangan jurnalis tersebut. Artikel ini tidak dihajatkan untuk promosi, tapi mawas diri, melakukan kontemplasi. (*)

 

ad
THIS IS AN OPTIONAL

Technology

MEMOonline.co.id, Sumenep- Gara - gara bantaran sebuah sungai yang ada di Desa Kebonagung, Kecamatan Kota, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur...

MEMOonline.co.id, Lumajang- Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Lumajang, resmi mengoperasikan sarana WiFi Publik di seputaran Alun - Alun...

MEMOonline.co.id, Sampang- M Inisial, seorang mucikari asal desa Taddan, Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur ditangkap jajaran...

Bersama ini saya ijin menyampaikan keluhan masyarakat sekitar pasar induk Cibitung Kabupaten Bekasi, bahwa sudah lebih dari 3 bulan sampah di...

MEMOonline.co.id, Kota Bekasi- Silaturahmi Pemerintah Kota Bekasi bersama para insan pers di Pendopo Walikota Bekasi diawali dengan acara buka puasa...

Komentar