MEMOonline.co.id, Sumenep- Diskusi mengenai pemanfaatan santri di pesantren untuk kepentingan politik dalam Pilkada semakin mengemuka.
Beberapa pihak mempertanyakan apakah langkah ini sejalan dengan prinsip syariah Islam, budaya masyarakat Sumenep, serta nilai-nilai demokrasi.
Rektor UNIBA Madura, Prof. Rachmad Hidayat, menegaskan bahwa pondok pesantren (ponpes) dan santri adalah tempat untuk menimba ilmu agama.
Di ponpes, para santri dididik untuk membedakan yang baik dan buruk, serta mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, membawa pesantren dan santri ke ranah politik dinilai tidak tepat dan bertentangan dengan tujuan utama pendidikan di pesantren.
"Dari sudut pandang syariat, ini tidak sesuai," ungkap Prof. Rachmad Hidayat, Selasa (01/10/2024).
Dalam Islam, politik dipandang sebagai sarana untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan umat.
Namun, keterlibatan santri yang fokus pada pendidikan agama dalam politik praktis menimbulkan perdebatan.
Dari perspektif demokrasi, setiap warga negara, termasuk santri, memiliki hak berpolitik.
Namun, pertanyaan muncul ketika pesantren dimobilisasi untuk mendukung kepentingan politik tertentu.
"Ini memunculkan kekhawatiran politisasi pendidikan dan penyalahgunaan kekuasaan demi dukungan politik," jelasnya.
Beberapa ulama berpendapat bahwa memobilisasi santri untuk kepentingan politik menyimpang dari tujuan utama pesantren, yaitu mendidik moral dan spiritual.
Meski begitu, ada ulama yang berpendapat bahwa keterlibatan santri dalam politik adalah bagian dari peran mereka dalam masyarakat luas.
Sayangnya, menurut Prof. Rachmad, politik sering kali diwarnai oleh sikap yang menghalalkan segala cara.
"Jika mobilisasi santri diarahkan ke situ, ini jelas tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang benar," imbuhnya.
Beliau menegaskan bahwa demokrasi harus dijalankan sesuai aturan hukum dan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, terutama di Indonesia.
"Mobilisasi santri sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi kita," tegasnya.
Dari sisi budaya, masyarakat Madura dikenal memiliki budaya ketimuran dan kekeluargaan yang kuat.
Prof. Rachmad mengimbau agar para calon kepala daerah di Pilkada Sumenep tetap menjaga budaya ini dengan menyelesaikan persoalan melalui musyawarah dan akal sehat.
"Kita harus memilih pemimpin dengan hati nurani dan akal sehat. Perbedaan pilihan itu wajar, tapi mari bersaing secara sehat," ajaknya.
Beliau juga menegaskan pentingnya menjaga marwah demokrasi di Kabupaten Sumenep.
"Bagi yang menang, mari kita dukung, dan yang kalah silakan evaluasi untuk berjuang di masa depan," tutupnya.
Penulis : Alvian
Editor : Udiens
Publisher : Syafika Auliyak