
MEMOonline.co.id, Sumenep - Kepala Desa (Kades) se-Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur sepakat menolak Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL). Itu dilakukan karena program yang dicanangkan Presiden RI dianggap tidak jelas dan merugikan Kepala Desa.
"Seluruh Desa sepakat tidak akan ikut tahun sekarang, kalau yang sudah belum pernah ada pengalaman akhirnya Kepala Desa jadi korban," kata Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Kabupaten Sumenep, Idhafi.
Salah satu alasan menolaknya program itu kata Idhafi, mengenai pembiayaan yang dianggap tidak relefan. Sesuai Surat Keputusan (SK) tiga Menteri pemohon hanya dibebankan biaya sebesar Rp150 ribu. Anggaran tersebut salah satunya untuj pembelian materai, pengadaan patok dan pengurusan adminitrasi yang lain.
Menurut Idhafi, besaran biaya tersebut dianggap tidak cukup sehingga kekurangan pembiayaan harus ditanggung desa. Seperti biaya konsumsi petugas saat memproses pengajuan penerbitan sertifikat masih dibebakan kepada desa, meskipun kata Idhafi sebernarnya biaya untuk konsumsi melekat di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Kalau mengacu pada aturan tidak akan pernah cukup. Di Sumenep ini ada aturan yang tidak tertulis, juka ada tamu pasti ada suguhan, itu ditanggung Desa meskipun sebenarnya melekat di Pertanahan (BPN)," jelasnya.
PTSL Program Ngawur
Ketua AKD Sumenep Idhafi menilai Program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) termasuk salah satu Program Pemerintah yang tidak jelas. Sehingga dirinya bersama semua Kepala Desa se-Kabupaten Sunenep terpaksa menolak salah satu program Presiden itu.
"Saya pribadi tidak akan pernah menerima bantuan itu, karena menurut saya, mewakili semua Kepala Desa program prona (saat ini berubah nama menjadi PTSL) ngawur tidak jelas," katanya saat dikonfirmasi.
Bahkan adanya program itu hanya membuat Kepala Desa kelimpingan. Seperti yang menimpa Kepala Desa Kertasada Kecamatan Kalianget, Dekky Candra Permana. Dia ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena didiga melakukan pungutan liar pada program PTSL tahun 2017. Berdasarkan hasil penyelidikan, penyidik Kejaksaan Negeri menemukan hasil pengutan sebesar Rp157 juta.
"(Progam PTSL) tidak terdaftar kongkrit dan tidak tuntas, desa menjadi kalangkabut," ungkapnya.
Menurut Idhafi, jika pemerintah menekankan semua bidang tanah bersertifikat maka dicanangkan program tuntas desa. Setiap tahun pemerintah mempunyai target setiap desa atau kecamatan yang dituntaskan tidak seperti tahun sebelumnya semua desa mendapatkan program tersebut.
Sebab, kata Idhafi kepemilikan bidang tanah tidak baku dan berpindah kepemilikan.
"Mestinya pemerintah menyelesaikan dulu setiap blok, misalnya tahun ini di blok A atau batas antara Kabupayen Sumenep yakni Kecamatan Pragaan, jadi tahun depan pindah lagi ke Kecamatan lain. Bukan semua desa dapat jatah, misalkan 50 (paket) setiap tahun. Ini akhirnya tidak jelas. Karena pemetaan bidang tanah tidak baku, misalnya ahli waris dua orang dan yang memiliki meninggal dunia, maka sebidang tanah itu menhadi dua atau tiga bagian. Itu karena tidak ada sertifikatnya. Kalau seperti itu malah tidak jelas kapan tuntasnya," tutur pria yang saat ini Menjabat sebagai Kepala Desa Parsanga itu.
Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Sumenep sebanyak 334 yang menyebar di 27 Kecamatan, baik Kecamatan Daratan mauapun Kepulauan.
Biaya PTSL Hanya Rp150 Ribu
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur menegaskan pembiayaan pembuatan sertifikat tanah melalui Program Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap (PTSL) hanya Rp150 ribu per petak.
"Berdasarkan SK tiga Menteri, biaya proses pengurusan sertifikat tanah yang melalui PTSL Rp150 ribu," kata Bagia Penertiban Sertifikat BPN Sumenep Sofwan Hadi saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu.
Baiaya tersebut ditanggung oleh pemohon untuk pembelian materai dan patok. Sementara proses pembuatan sertifikat di BPN dibiayai negara atau gratis. "Kalau disini (BPN) gratis," jelasnya.
Tahun ini kata pria yang akrab disapa Eeng itu, Sumenep mendapatkan kuota sebanyak 42 ribu petak. Jumlah tersebut lebih banyak dari kuota tahun sebelumnya.
Sementara mikanisme pengajuan melalui kepala desa, sesuai lokasi tanah yang akan diajukan untuk pembuatan sertifikat melalui PTSL. Terbabyak yang mendapatkan PTSL tahun ini di Kecamatan Bluto.
"Aset Pemda, Aset Desa dan masyarakat akan disertifikat termasuk jalannya," tegas pria kelahiran Kecamatan Ganding itu. (Ita/diens)